Sabtu, 22 Desember 2012

Kemegahan Alam dan Budaya Tana Toraja

http://www.mymakassar.com

Tana Toraja, mungkin sebagian dari anda berfikir apa itu? saat mendengar namanya. Namun di tempat itulah terdapat berbagai tempat pariwisata yang merugikan apabila tidak di kunjungi. Tana Toraja  terletak  di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan. Tana Toraja merupakan salah satu tempat yang menjadi kunjungan utama turis yang datang ke Sulawesi Selatan. Adat budaya Toraja yang begitu kental cukup menyedot perhatian. Tidak hanya turis lokal, tapi juga turis mancanegara. Untuk perjalanan ke toraja dari Makassar jaraknya cukup jauh sekitar 320 km atau sekitar delapan jam. Ada beberapa alternative transportasi yang bisa digunakan untuk menuju Toraja. Cara yang paling cepat adalah dengan melewati jalur udara, kemungkinan harga tiketnya berkisar antara Rp 250.000,- hingga Rp 300.000,- sekali jalan. Adapun untuk alternative yang lebih murah, namun dengan waktu tempuh yang cukup lama yaitu dengan menggunakan bus. Perjalanan darat Makassar-Toraja bisa ditempuh dalam waktu 8-10 jam. Rupanya jalur darat Makassar-Toraja merupakan jalur yang cukup padat. Sangat banyak operator bus yang mempunyai rute ini. Salah satunya adalah Bus Litha & Co. Untuk perjalanan yang menempuh jarak lebih dari 300 km tersebut Bus Litha & Co mematok harga Rp 100.000,- untuk kelas AC Super Executive, Rp 80.000,- AC VIP, dan Rp 75.000,- untuk Non AC. Tinggal sesuaikan saja dengan kebutuhan dan budget Anda. Namun saya merekomendasikan Anda memilih kelas AC Super Executive karena tempat duduknya jauh lebih nyaman. Mengingat perjalanan yang ditempuh cukup jauh. Apalagi selisih harganya juga beda tipis.
Adapun beberapa daerah yang di tempuh dari perjalan makassar-toraja yaitu maros, pangkep, barru, pare-pare, sidrap dan enrekang. Enrekang adalah kota terakhir yang di lalui dari perjalan makasaar sebelum tiba di Toraja.
Tana Toraja merupakan salah satu aset pariwisata yang sangat berpotensi di Sulawesi Selatan. Mayoritas agama di Toraja ini adalah Kristen sebagiannya lagi Katolik, Islam dan Aluk To dolo, apa itu Aluk To dolo? Aluk to dolo adalah kepercayaan animisme yang masih dianut oleh masyarakat Toraja sampai sekarang. Dijamin kalau ke toraja gak nyesel dan gak sia-sia karena Toraja punya tempat wisata, kuliner, dan kebudayaan yang sangat menarik. Kalau tidak punya rumah atau keluarga di sana, kita dapat menginap di wisma atau hotel-hotel yang ada di sana. Adapun biayanya berkisar antara Rp 150.000,- hingga Rp 200.000,-. Bagi kaum muslim di sana juga di sediakan  makanan untuk orang Islam, jadi tidak perlu ragu untuk kesana. Karena semuanya serba tersedia.
Para nenek moyang, untuk memberikan kenangan atau ingatan kepada  generasinya di kemudian hari, mereka membikin rumah adat Toraja yang namanya tongkonan yang memilki model seperti perahu. Nenek moyang orang Toraja berasal dari cina selatan, mereka dalam perjalanannya menuju Toraja menggunakan perahu. Pada saat mereka tiba di Tana Toraja itu masih kosong dan belum ada nama untuk Tana Toraja itu sendiri. Sesaat setelah itu mereka mencoba membangun sebuah kata dan memberi  nama baru untuk daerah tersebut yaitu Tana Toraja. Tana artinya tana itu sendiri, to artinya orang, dan raja artinya masyarakat dari golongan bangsawan. Jadi Tana Toraja dapat di artikan sebagai tanah milik bangsawan.
Adapun berbagai tempat wisata yang dapat dikunjungi di Toraja antara lain :
1.      Londa
Pekuburan gua alam ini memiliki kedalaman ± 1000 meter, gelap, dan beberapa tempat cukup terjal. Di sini kita dapat menggunakan jasa pemandu lokal yang selalu siap menemani dengan menyewa lampu petromaxnya. Di dalam gua ini terdapat sepasang tengkorak yang kisahnya mirip romeo dan juliet, tapi menurut dari cerita yang saya dengar, mereka itu bunuh diri karena tidak di restui oleh orang tuanya.







2.      Lemo
Desa Lemo memiliki keunikan tersendiri. Tongkonan dan kubur batu yang berada di tebing curam menjadi daya tarik desa ini. Lemo adalah tempat pekuburan dinding berbatu. Letaknya di Desa Lemo. Disebut Lemo, karena pekuburan batu utama memiliki dinding yang berkerut-kerut seperti kulit jeruk atau lemo dalam bahasa setempat. Diperkirakan ada sekitar 75 buah lubang batu kuno di tempat ini. Di dalam lubang-lubang batu tersebut juga ditemui patung-patung dari mereka yang sudah meninggal dan dimakamkan di sini (tau-tau). Tidak semua orang bisa dibuatkan tau-tau. Biasanya yang dari kalangan bangsawan sajalah yang dibuatkan tau-tau sesudah memenuhi persyaratan tertentu. Di sisi pekuburan batu Lemo, dijumpai beberapa pintu yang fungsinya untuk memasukkan jenazah ke dalam kubur batu tersebut. Pintu tersebut ada yang ditutupi dengan kayu, ada pula dengan bambu.





 
3.      Ketekesu
Berkunjung ke Tana Toraja tidaklah lengkap apabila Anda belum menginjakkan kaki ke Desa Kete Kesu. Untuk menuju tempat ini Anda hanya perlu melanjutkan perjalanan sekira 5 kilometer dari pusat Kota Rantepao atau 14 kilometer dari sebelah utara Kota Makale. Kawasan Kete Kesu tepatnya berada di Kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Kete Kesu adalah tempat yang tepat bagi Anda untuk menyaksikan potret lengkap kehidupan masyarakat Tana Toraja yang masih menjunjung tinggi adat dan istiadat warisan leluhur mereka. Wisata alam, budaya, dan sejarah adalah beberapa suguhan yang dapat Anda temukan di tempat ini. Kete Kesu juga terkenal dengan seni ukiran bambu, seni pahat, dan kerajinan tradisionalnya. Selain itu, daya tarik lain dari Kete Kesu adalah terdapatnya tongkonan asli dan hanya ada di sini. Disebut-sebut bahwa Kete Kesu adalah potret kebudayaan megalitik yang paling lengkap di Tana Toraja. Keindahan alamnya dikepung pegunungan, hamparan sawah yang luas terbentang, serta barisan rumah adat yang usianya mencapai lebih dari 300 tahun. Setiap rumah adat di sini berhadap-hadapan dengan lumbung padi yang berukuran lebih kecil. Ada juga makam-makam tua yang menyimpan pesona mistis tersendiri, menilik berbagai kerajinan pahatan yang unik dan rumit tapi indah. Nikmati juga serangkaian ritual dan upacara adat yang masih dipertahankan sebagai pesona wisata di Kete Kesu. Kete Kesu telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya dan merupakan pusat dari berbagai perayaan atau upacara adat Toraja. Beberapa upacara tersebut diantaranya adalah pemakaman secara adat yang dirayakan secara besar-besaran dan meriah (Rambu Solo), upacara memasuki rumah adat baru (Rambu Tuka), serta berbagai ritual atau atraksi yang menyertainya. Untuk memasuki kawasan cagar budaya Kete Kesu, Anda hanya perlu membayar biaya sebesar Rp5000,- (wisatawan lokal) dan Rp10.000,- (wisatawan asing). Harga yang sangat murah untuk sebuah perjalan wisata lintas budaya dan masa. Kete kesu terkenal sebagai daerah penghasil kerajinan pahat, ukir dan lukis. Kemampuan memahat dan mengukir tersebut sepertinya diajarkan secara turun-temurun. Salin itu, budaya Toraja memang membutuhkan kemampuan tersebut untuk membuat patung orang yang sudah meninggal (tau-tau) atau untuk menghias peti mati, rumah adat, dan barang-barang kerajian tradisional lainnya.




Londa, Lemo, dan kete kesu merupakan tempat dimana anda dapat melihat sebuah pemakaman di dinding berbatu dan gua-gua yang dipenuhi peti mati dan tulang belulang manusia. Anda juga boleh masuk ke dalam gua tapi jangan sesekali ambil tulang belulang mereka. Di sana ada juga kuburan untuk anak-anak, letaknya di dekat Sangala. Kepercayaan Toraja kuno meyakini bahwa bayi dan anak-anak yang mati harus dikubur di sebuah pohon, dimana pohon akan tumbuh di sekitar mayat.
Tempat wisata lainnya adalah Pallawa yaitu pusat tenun Toraja dan desa adat untuk melihat rumah tradisional Tongkonan disana juga ada kawasan penguburan sekaligus tempat untuk melakukan upacara serta festival, ada beberapa pedagang yang juga menyediakan beberapa oleh-oleh khas toraja.
Karena masih memegang teguh adat istiadat Tana Toraja, masyarakat Toraja selalu mengadakan upacara adat seperti Rambu Solo (upacara pemakaman), Rambu Tuka (upacara pernikahan), dan Mangarara  Tongkonan (peresmian rumah keluarga). Rambu Solo terlihat seperti pesta besar yang meriah namun sebenarnya Rambu Solo merupakan upacara pemakaman, keluarga yang ditinggal wajib menggelar pesta sebagai tanda penghormatan terakhir. Rambu Solo akan semakin meriah jika orang yang meninggal adalah bangsawan atau orang kaya. Hewan-hewan yang disembelih berupa kerbau dan babi, jumlah hewan yang disembelih menjadi ukuran tingkat kekayaan mereka saat masih hidup. Beralih dari Rambu Solo ada Rambu Tuka upacara ini semacam upacara selamatan baik itu pernikahan, syukuran panen atau peresmian Tongkonan baru. Berbeda dengan Rambu Solo, tidak ada kesedihan di dalam upacara ini. Kalau untuk Mangarara Tongkonan tidak jauh beda dengan Rambu Tuka karena Mangarara Tongkonan adalah bagian dari Rambu Tuka, merayakan selamatan Tongkonan baru atau Tongkonan yang sudah selesai direnovasi. Biasanya yang direnovasi adalah atap yang biasanya diganti 40 tahun  sekali serta dindingnya yang diganti 100 tahun sekali, renovasi ini memakan waktu 6 bulan. Upacara-upacara ini juga bisa dijadikan tempat wisata, banyak turis asing yang ikut menyaksikannya.
Dari tadi kita menyebut-nyebut Tongkonan. Mungkin ada yang berfikir apa sih Tongkonan? Tongkonan itu rumah adat khas Toraja yang atapnya terbuat dari bambu yang dibelah dan disusun bertumpuk, tapi ada juga yang menggunakan seng sebagai atapnya. Untuk dindingnya dihiasi pola abstrak dan geometris dengan warna alami merah, dan putih.



Bagi Anda yang ingin merasakan pengalaman wisata budaya secara lengkap, bulan Juni hingga Desember adalah saat yang tepat mengunjungi Kete Kesu. Pada bulan-bulan tersebut, biasanya diadakan upacara Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman adat yang meriah dan merupakan salah satu upacara paling penting bagi masyarakat Toraja.  Kemarin tanggal 16-18 Desember 2012 saya ke toraja, dan pada saat itu pas ada upacara adat toraja. Salah satu yang sempat saya saksikan dari pesta mereka yaitu adu kerbau.
Puluhan hingga ratusan kerbau disembelih pada upacara Rambu Solo. Masyarakat Toraja percaya bahwa roh binatang dapat menjadi kendaraan bagi jenazah untuk mencapai nirwana. Kerbau juga menjadi simbol status (kekayaan dan kekuatan) bagi masyarakat Toraja. Jumlah kerbau yang harus dipenuhi dalam upacara Rambu Solo berkisar 24 hingga 100 ekor bagi keluarga bangsawan. Sedangkan bagi golongan menengah, cukup 8 kerbau ditambah 50 ekor babi. Sebelum jumlah itu mencukupi maka biasanya jenazah disimpan di rumah adat dan tidak boleh dikuburkan di bukit atau di tempat tinggi.
Pelaksanaan upacara Rambu Solo sejak meninggalnya kerabat dapat tertunda atau ditunda selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun demi memenuhi aturan dan persiapan upacara yang mahal tersebut. Selama belum diadakan upacara Rambu Solo maka jenazah dianggap belum mencapai tempat yang seharusnya di kehidupan lain (nirwana).
Waktu perayaan dapat memakan waktu hingga 3 sampai 7 hari. Upacara tersebut memang terlalu mahal untuk memakamkan jenazah tetapi mungkin inilah bentuk usaha terakhir masyarakat Toraja untuk menghormati dan mengantar kerabatnya yang meninggal.
Apabila Anda kurang beruntung dan tidak dapat menyaksikan upacara tersebut, Kete Kesu tetaplah kompleks cagar budaya yang menarik untuk dikunjungi dan terbilang lengkap menawarkan beragam wisata meliputi alam, budaya, dan sejarah.
Begitu menjejakkan kaki di Kete Kesu, deretan rumah adat (Tongkonan) tampak berbaris rapi berhadap-hadapan dengan lumbung beras (alang). Alang ini mirip dengan Tongkonan, hanya saja ukurannya sedikit lebih kecil. Bentuk Tongkonan sangat khas mengingat bangunan ini memiliki atap yang besar dan tinggi menjulang, berbentuk seperti tanduk kerbau atau perahu. Atap-atapnya terbuat dari bambu belah yang disusun bertumpuk mengadopsi konsep lego. Akan tetapi, beberapa Tongkonan juga beratapkan seng. Ukiran indah khas Toraja menghiasi dinding Tongkonan berpadu bersama tumpukan tanduk kerbau yang menjadi penanda status pemilik rumah.
Hamparan sawah dan langit biru menjadi latar yang sempurna bagi Tongkonan dimana konon ada yang sudah berusia ratusan tahun. Beberapa Tongkonan yang berusia tua bahkan sudah ditutupi lumut dan tanaman liar. Tumbuhan atau lumut tersebut tidak dihilangkan karena dianggap dapat membantu mereda rembesan air hujan sehingga bisa mencegah kebocoran. Salah satu Tongkonan di tempat ini sudah dialih fungsikan menjadi museum. Di dalamnya Anda dapat melihat-lihat benda adat kuno berusia puluhan hingga ratusan tahun. Benda-benda tersebut berupa senjata tajam berupa keris atau parang, keramik Cina, patung, benda-benda ukiran, kain dari Cina, bahkan ada bendera Merah Putih yang konon pertama kali dikibarkan di Toraja. Di museum ini juga diadakan workshop membuat kerajinan dari bambu yang dapat Anda ikuti.
Sembari menyaksikan kemegahan Tongkonan, jangan lupa untuk mampir ke penjual suvenir di sekitarannya. Di tempat ini Anda bahkan dapat langsung menyaksikan proses kreatif pengrajin ukiran yang polanya bersifat abstrak atau geometris. Kabarnya ornamen ukiran Toraja dipelajari dalam ethnomatematika untuk mengulik struktur matematika ukiran tersebut. Padahal para pengrajin membuat ukiran tanpa perhitungan matematis.
Tak jauh di belakang Tongkonan, terdapat area pemakaman di gua-gua yang sangat terkenal itu. Tulang-tulang dan tengkorak yang berserakan akan dengan mudah Anda temukan pada gua-gua yang dipahat di dinding batu kapur (karst). Gua-gua tersebut dipahat khusus oleh ahli pembuat gua dan menghabiskan biaya belasan juta dan waktu berbulan-bulan. Bersiap-siaplah menikmati situs bersejarah dan pengalaman wisata dengan nuansa mistis atau spooky saat Anda melintasi kompleks pemakaman kuno yang usianya diperkirakan mencapai 700 tahun. Beberapa gua makam tampak ditutup dengan jeruji besi, hal ini dimaksudkan untuk mencegah pencurian patung jenazah (tau-tau) yang dikubur di sana. Jenazah akan terlihat jelas dari luar bersama harta yang turut dikuburkan bersamanya. Di areal ini, dapat pula ditemukan peti mati (erong) dalam berbagai bentuk seperti perahu, kerbau, dan babi yang digantungkan di dinding-dinding bukit. Peti-peti tersebut dipahat atau diukir dengan sangat teliti dan indah.
Tujuan terakhir di Toraja yang tidak boleh dilewatkan adalah membeli oleh-olehnya di pasar Rantepao, disana anda bisa membeli berbagai macam baju, tas, dompet, kalung gelang menarik unik serta souvenir menarik lainnya. Untuk menikmati kopi Toraja anda dapat membelinya di pasar Bolu. Oleh-oleh makanan yang tidak boleh dilupakan adalah jipang, tori, co’ri, dan markisa Toraja. Jika ada waktu luang khendaklah berkujung ke tempat ini. Yakin dan percaya kalian akan menyesal jika tidak menginjakkan kaki di  Tana Toraja.

http://www.mymakassar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar